Tanah Papua

Akhirnya aku membuka blog kembali. Disini aku mengangkat pembahasan mengenai problem yang belakangan mempertanyakan persaudaraan kami sebagai anak bangsa yaitu rasisme. Langsung saja. Terlepas dari orang tuaku yang asli Jawa, I will say that aku adalah anak Papua. Aku lahir dan tumbuh menjadi seorang anak kecil disana. Sampai kelas 3 SD karna satu dan lain hal akhirnya aku pindah ke Jawa. Disini karna aku pindahan dari Papua, aku langsung menerima banyak ejekan. Bisa dikatakan hampir semua murid di SD ku (mayoritas cowok) selalu memanggilku dengan sebutan "Papua". Mereka juga punya istilahnya lagu khas setiap berpapasan denganku. Papua air kencing kuda, itulah yang mereka lontarkan setiap kali kita bertatap muka. Sampai sekarang aku masih ingat betul lirik lagu itu, bisa saja aku menulisnya dengan gamblang. Tapi kata-kata itu terlalu kejam, tak tega rasanya mengingat kawan-kawan Papua adalah saudaraku juga. Mereka selalu mengkonotasikan Papua dengan hal-hal negatif seperti tidak mengenakan baju, rumah cuma dari jerami atau bahasanya yang hanya sekadar menepuk-nepukkan telapak tangan ke mulut. Stereotip teman-teman memang sekejam itu. Ditambah dengan mengidentifikasikan Papua dengan orang yang berkulit hitam. Kalian semua mengira terlahir dengan kulit terang adalah suatu pencapaian? Apa arti warna kulit kalian itu kalau disandingkan dengan hati kalian? Kolonial. Iya, tak berperasaan. Teruntuk teman-teman, adek kelas, kakak kelasku waktu SD dulu, mungkin kalian mengira bahwa terlalu berlebihan membahas hal ini karna dulu kalian masih anak-anak. Tapi lihat, betapa rasisme juga terjadi pada mereka yang masih anak-anak.

Komentar